Mercedes-Benz, nama yang identik dengan kemewahan dan teknologi mutakhir, membuat langkah mengejutkan. Saat industri otomotif berlomba menuju elektrifikasi, Mercedes justru menginjak pedal gas pada mesin bensin dan diesel. Keputusan ini, yang ditandai dengan investasi signifikan sebesar €14 miliar (sekitar $15 miliar) pada divisi mobil penumpang, mengalokasikan sebagian besar dana pada “teknologi pembakaran berteknologi tinggi.”
Pergeseran strategi ini terjadi di tengah pengetatan regulasi dan pendekatan pragmatis terhadap dinamika pasar saat ini. Standar emisi yang ketat seperti Euro 7 dan China 7 menuntut mesin pembakaran internal (ICE) yang lebih ramah lingkungan. Mercedes, dengan meningkatkan investasi mereka dalam teknologi ICE, bertujuan untuk memastikan kendaraan bensin dan diesel mereka yang ada mematuhi norma-norma yang lebih ketat ini.
Mercedes S-Class Facelift: Menyeimbangkan Kemewahan dan Inovasi di Era Bensin
Facelift yang akan datang untuk sedan S-Class yang ikonik pada tahun 2026 merupakan contoh dari fokus ini. Mercedes telah mencurahkan lebih banyak sumber daya untuk pembaruan ini khususnya untuk versi bertenaga bensin, yang menyoroti komitmen mereka untuk menjaga relevansi mobil mewah bertenaga gas.
Ada dua pendekatan yang jelas di balik langkah ini. Pertama, Mercedes ingin mempertahankan dominasinya di segmen mobil mewah, di mana permintaan signifikan untuk kendaraan bertenaga gas masih ada. Pembeli kelas atas sering mengasosiasikan mesin bensin dengan performa dan pengalaman berkendara tertentu yang belum sepenuhnya dimiliki oleh beberapa kendaraan listrik.
Kedua, Mercedes dapat menghasilkan pendapatan yang secara langsung mendanai pengembangan kendaraan listrik mereka dengan mempertahankan posisi yang kuat di pasar mesin gas. Pendapatan tambahan ini memungkinkan mereka untuk berinvestasi dalam penelitian, meningkatkan teknologi baterai, dan pada akhirnya menciptakan penawaran listrik yang lebih menarik.
Keputusan Mercedes ini mencerminkan pemahaman yang berbeda tentang lanskap otomotif saat ini. Meskipun revolusi kelistrikan sudah berjalan dengan baik, transisi menyeluruh kemungkinan akan memakan waktu. Kendaraan bertenaga gas akan tetap hadir secara signifikan di jalanan selama bertahun-tahun yang akan datang. Keterbatasan infrastruktur untuk mengisi daya kendaraan listrik, kekhawatiran konsumen mengenai jarak tempuh dan waktu pengisian daya, serta banyaknya mobil bertenaga bahan bakar yang ada semuanya berkontribusi terhadap kenyataan ini.
Dengan berinvestasi secara strategis pada teknologi gas dan listrik, Mercedes memastikan daya saingnya di pasar yang berkembang pesat. Mereka dapat memenuhi berbagai kebutuhan pelanggan, menawarkan kenyamanan mesin gas yang sudah dikenal di samping daya tarik EV yang berorientasi ke masa depan.
Namun, keputusan ini bukannya tanpa kritik. Para pendukung lingkungan berpendapat bahwa peningkatan investasi pada mesin berbahan bakar gas dapat memperlambat peralihan menuju masa depan yang lebih bersih. Mereka menekankan pentingnya mengatasi perubahan iklim dan menyarankan agar sumber daya dapat dialokasikan dengan lebih baik untuk mempercepat pengembangan kendaraan listrik.
Di sisi lain, investor mungkin melihat langkah ini sebagai cara strategis untuk melindungi taruhan mereka. Dengan mempertahankan kehadiran di kedua segmen tersebut, Mercedes meminimalkan risiko dan memposisikan dirinya untuk memanfaatkan teknologi apa pun yang pada akhirnya mendominasi pasar.
Tahun-tahun mendatang akan menjadi krusial dalam menentukan keberhasilan pendekatan ganda Mercedes. Mereka perlu menemukan keseimbangan yang tepat antara memenuhi peraturan emisi yang lebih ketat untuk mesin gas dan sekaligus menghadirkan EV yang menarik dan kompetitif. Apakah strategi ini terbukti sebagai langkah jitu atau peluang yang terlewatkan, satu hal yang pasti: keputusan Mercedes untuk mengembangkan mesin gas meskipun ada dorongan EV telah memicu perdebatan tentang kecepatan dan arah revolusi otomotif.