Nissan, salah satu produsen mobil terkemuka di Jepang, telah mengumumkan pengurangan produksi yang signifikan di pabriknya di AS, menandai langkah penting saat mereka bergulat dengan penurunan penjualan global. Produksi di pabrik perakitan Canton di Mississippi, yang bertanggung jawab atas truk pikap Frontier yang populer, dan pabrik Smyrna di Tennessee, yang membuat SUV Rogue, akan berkurang 17% dibandingkan tahun lalu. Kedua model ini secara kolektif mewakili hampir 30% total penjualan Nissan di AS, menjadikan keputusan ini sebagai langkah berani namun berisiko bagi produsen mobil tersebut.
Pemangkasan ini akan diperpanjang hingga Maret 2025, menyusul keputusan sebelumnya untuk mengurangi jam kerja di fasilitas tersebut dari lima hari menjadi empat hari hingga akhir Desember 2024. Nissan menyebutkan perlunya menyelaraskan produksi dengan permintaan pasar sebagai alasan utama penyesuaian tersebut, yang menandakan adanya kebutuhan untuk menyelaraskan produksi dengan permintaan pasar sebagai alasan utama penyesuaian tersebut. fokus merek pada kalibrasi ulang operasi dalam menghadapi menyusutnya penjualan global.
Tantangan Meningkat: Penurunan Penjualan dan Pengurangan Tenaga Kerja Global
Pengurangan produksi ini terjadi di tengah tantangan yang lebih besar bagi Nissan, yang baru-baru ini mengumumkan pengurangan produksi global sebesar 20% dan berencana memangkas 9.000 pekerjaan di seluruh dunia. Di AS, sekitar 1.000 karyawan—sekitar 6% dari angkatan kerja lokal—diperkirakan akan menerima tawaran pensiun dini pada akhir tahun 2024.
Produsen mobil tersebut juga mengatasi kekhawatiran internal mengenai kelayakan finansialnya. Laporan yang muncul menyebutkan pejabat senior perusahaan memperingatkan bahwa Nissan hanya memiliki waktu 12 hingga 14 bulan untuk menstabilkan operasinya dan mengamankan masa depan yang berkelanjutan. Menambah ketidakpastian, penjualan 149 juta saham Mitsubishi Motors baru-baru ini telah memicu spekulasi apakah perubahan strategis Nissan akan cukup untuk mengatasi kesulitan keuangannya.
Kolaborasi dengan Honda dan Mitsubishi: Secercah Harapan?
Dalam upaya mengamankan masa depannya, Nissan telah bekerja sama dengan Honda dan Mitsubishi untuk mengembangkan kendaraan listrik dan perangkat lunak terkait. Aliansi ini, yang diumumkan pada bulan Agustus, bertujuan untuk mengumpulkan sumber daya dan keahlian untuk memajukan upaya elektrifikasi. Meskipun dibingkai sebagai kemitraan, beberapa pihak, termasuk mantan CEO Nissan dan Renault Carlos Ghosn, berspekulasi bahwa hal ini bisa jadi merupakan pengambilalihan terselubung Mitsubishi dan Nissan oleh Honda.
Upaya produsen mobil untuk melakukan transisi ke elektrifikasi mungkin tidak cukup untuk mengimbangi perjuangan mereka saat ini. Meskipun kolaborasi ini menjanjikan, masih ada kekhawatiran mengenai apakah inisiatif ini akan memberikan hasil yang sangat dibutuhkan Nissan.
Nissan Menghadapi Perjuangan Berat
Waktu terjadinya perkembangan ini sangat buruk bagi Nissan. Dengan turunnya laba global dan menyusutnya permintaan konsumen, perusahaan berada di bawah tekanan untuk membuktikan ketahanannya. Para analis berpendapat bahwa pengurangan produksi dua model paling populer—Frontier dan Rogue—bisa menjadi pertaruhan yang akan menstabilkan inventaris dan profitabilitas atau memperburuk posisi pasarnya.
Yang menambah tekanan adalah kepemimpinan Nissan harus mengatasi krisis ini di tengah potensi keruntuhan perusahaan tanpa investor utama yang baru. Masa depan produsen mobil tersebut nampaknya semakin tidak menentu, dengan banyak pihak yang memandang Maret 2025 sebagai tonggak penting bagi strategi kelangsungan hidupnya.
Ketika industri otomotif beralih ke arah elektrifikasi dan inovasi berbasis perangkat lunak, kemampuan Nissan untuk beradaptasi sambil mengelola kesulitan keuangan akan menentukan apakah Nissan dapat memperoleh kembali pijakannya atau menjadi sebuah kisah peringatan dalam sejarah manufaktur mobil global.