Departemen Kehakiman AS (DOJ) sedang bersiap untuk mengajukan gugatan antimonopoli terhadap Visa, menuduh raksasa jasa keuangan tersebut melakukan praktik ilegal yang bertujuan untuk menghambat persaingan. Kasus ini berpusat pada teknologi pemrosesan pembayaran perusahaan, yang menurut pemerintah digunakan Visa untuk menghukum pelanggan yang mencoba bekerja dengan pemroses saingannya. Dua orang yang mengetahui masalah ini mengungkapkan rincian ini, meskipun mereka tidak disebutkan namanya, karena tuntutan hukum belum diajukan secara resmi. Gugatan itu bisa diluncurkan paling cepat pada hari Selasa.
Hal ini menandai tindakan antimonopoli besar lainnya di AS yang bertujuan untuk mengekang kekuasaan perusahaan-perusahaan besar yang mengendalikan infrastruktur keuangan dan teknologi utama. Gugatan ini merupakan puncak dari investigasi multi-tahun, yang mengungkapkan keprihatinan mendalam DOJ mengenai bagaimana praktik Visa dapat merugikan persaingan dan inovasi dalam sektor jasa keuangan.
Inti dari keluhan DOJ adalah teknologi pemrosesan pembayaran, sebuah sistem penting yang menghubungkan bank ke pedagang setiap kali konsumen melakukan pembelian. Dominasi Visa di sektor ini telah menimbulkan peringatan di dalam DOJ, yang berencana untuk menyatakan bahwa Visa memberikan sanksi yang tidak adil kepada pelanggannya karena mencoba menggunakan layanan saingannya. Para pemroses pembayaran yang bersaing ini, menurut Departemen Kehakiman, menghadapi rintangan yang signifikan karena dugaan perjanjian anti-persaingan Visa dengan perusahaan-perusahaan teknologi keuangan (fintech) dan bank.
Posisi Visa sebagai pemimpin global dalam pemrosesan pembayaran telah memungkinkan Visa untuk menerapkan kebijakan dan perjanjian yang mungkin berdampak membatasi persaingan. Investigasi DOJ terhadap praktik Visa berlangsung selama beberapa tahun dan mencakup ratusan wawancara dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pengecer, toko kelontong, dan lembaga keuangan. Entitas-entitas ini telah berbagi perspektif mereka tentang bagaimana perjanjian Visa dengan perusahaan fintech memengaruhi kemampuan mereka dalam memilih pemroses alternatif.
Tindakan Antimonopoli Sebelumnya Terhadap Visa
Ini bukan pertama kalinya Visa mendapat pengawasan antimonopoli dari pemerintah AS. Pada tahun 2020, DOJ mengajukan gugatan untuk memblokir usulan Visa untuk mengakuisisi perusahaan fintech Plaid senilai $5,3 miliar, dengan mengklaim bahwa kesepakatan tersebut merupakan langkah strategis untuk menghilangkan pesaing potensial. DOJ berpendapat bahwa Plaid, sebuah perusahaan fintech yang sedang naik daun, merupakan ancaman terhadap dominasi Visa di pasar debit online. Departemen Kehakiman menuduh Visa berupaya melindungi monopolinya melalui taktik eksklusif, sehingga mendorong Visa dan Plaid membatalkan merger pada tahun 2021.
Tuntutan hukum yang akan datang terhadap Visa menyoroti kekhawatiran pemerintah mengenai praktik bisnis perusahaan tersebut. DOJ sekali lagi memposisikan dirinya sebagai pelindung persaingan, terutama di sektor-sektor dimana beberapa pemain dominan mempunyai kekuasaan yang signifikan atas pasar.
Upaya yang Lebih Luas untuk Mengatasi Perantara Korporasi
Gugatan yang diantisipasi terhadap Visa adalah bagian dari dorongan yang lebih luas dari pemerintahan Biden untuk menargetkan perantara perusahaan yang diduga menaikkan biaya bagi konsumen dan membatasi persaingan. Di luar sektor jasa keuangan, DOJ dan Komisi Perdagangan Federal (FTC) juga telah secara aktif menyelidiki dan melakukan litigasi terhadap perusahaan-perusahaan di industri lain.
Misalnya, DOJ baru-baru ini mengambil tindakan hukum terhadap RealPage, sebuah perusahaan teknologi real estat yang dituduh melakukan perilaku anti-persaingan, dan Live Nation Entertainment, perusahaan induk dari Ticketmaster, atas praktik monopoli. Sementara itu, FTC telah mengajukan tuntutan hukum terhadap perantara farmasi yang menaikkan harga insulin, sehingga berkontribusi terhadap meningkatnya biaya perawatan kesehatan bagi jutaan orang Amerika.
Perjuangan Pemerintah Melawan Teknologi Besar dan Merger Perusahaan
Upaya DOJ terhadap Visa juga sejalan dengan sikap agresifnya terhadap raksasa teknologi yang dituduh menyalahgunakan dominasi pasar mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, DOJ dan FTC telah menggugat Amazon, Apple, Google, dan Meta (sebelumnya Facebook) atas perilaku anti-persaingan. Tuntutan hukum ini mengklaim bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah terlibat dalam praktik yang menghambat inovasi, merugikan pesaing yang lebih kecil, dan mengurangi pilihan konsumen.
Selain menggugat raksasa teknologi, DOJ telah berhasil memblokir beberapa merger perusahaan besar, yang menandakan komitmennya untuk mencegah konsolidasi lebih lanjut di industri yang persaingannya sudah terbatas. Contoh penting termasuk upaya sukses DOJ untuk memblokir Penguin Random House mengakuisisi Simon & Schuster, sebuah kesepakatan yang selanjutnya akan mengurangi persaingan dalam industri penerbitan. Demikian pula, DOJ mencegah JetBlue Airways mengakuisisi Spirit Airlines, dengan alasan bahwa merger tersebut akan mengurangi persaingan di sektor maskapai penerbangan berbiaya rendah dan menyebabkan harga yang lebih tinggi bagi konsumen.
Gugatan yang akan datang terhadap Visa adalah yang terbaru dari serangkaian tindakan antimonopoli agresif yang diambil oleh DOJ di bawah pemerintahan Biden. Ketika pemerintah meningkatkan upayanya untuk mengekang perilaku anti-persaingan di berbagai industri, Visa menjadi sasaran karena perannya dalam mendominasi pasar pemrosesan pembayaran. Kasus ini akan menjadi ujian penting bagi bagaimana pemerintah mendefinisikan dan mengatasi praktik monopoli dalam perekonomian yang semakin digital.
Juru bicara Visa belum mengomentari situasi ini, sementara Departemen Kehakiman masih bungkam mengenai rincian spesifik gugatan tersebut. Ketika kasus ini terungkap, hal ini dapat mengubah lanskap industri jasa keuangan dan menjadi preseden penting mengenai bagaimana persaingan diatur dalam perekonomian modern.